Langsung ke konten utama

Tips Mempengaruhi Suami

Karena saluran air PDAM di lingkungan rumahku termasuk kecil dan "sharing" dengan para tetangga, maka debit air di rumah kami sepanjang hari cenderung kecil.

Apalagi di waktu banyak orang beraktivitas di dapur, seperti pukul 6 pagi sebelum berangkat bekerja dan 6 sore sesudah kembali tiba di rumah.

Nah, ketika kami memutuskan untuk membeli mesin cuci pakaian yang mengisap air otomatis dari keran, ini sempat jadi masalah.

Soalnya, debit air selalu kurang besar untuk mengoperasikan mesin cuci.

Akhirnya kami menemukan waktu yang tepat untuk mencuci baju--ketika air bisa mengalir dengan deras--yaitu antara pukul 11 malam sampai 5 pagi.

🍓🍓🍓

Berhubung pak suami sayang banget sama mesin cuci barunya, beliau mengambil alih tugas mencuci baju.

Aku senang, dong. Ngga perlu bangun tengah malam untuk menghidupkan mesin cuci.

Sayangnya, konsep bangun tengah malam kami ini berbeda.

Aku berharap, pak suami tidur lebih cepat, lalu bangun pukul 3 malam, misalnya. Jadi 'kan habis itu bisa dilanjutkan dengan sholat malam atau beraktivitas lain sambil menanti waktu subuh.

Eh, rupanya versi pak suami justru begadang menunggu jam 11 malam, di depan komputer.

Beliau kudebat, deh. Sudah jelas tidur di atas jam 11 malam nggak sehat untuk tubuh, apalagi kalau sampai menjadi kebiasaan.

Belum lagi pasti akan ada akibat lainnya seperti bangun kesiangan, ngantuk saat bekerja, lalu merasa lelah dan uring-uringan seharian ....

Tapi, saran dari mulutku ini nggak berhasil. Beliau menganggapnya seperti angin lalu dan tetap pada pendiriannya.

🍓🍓🍓

Tiga tahun kemudian, tepatnya kemarin malam, pak suami berkata,

"Ternyata, kata Dokter Tifa, begadang itu nggak bagus! Soalnya antara jam 9 sampai 1 malam ada hormon mahkota yang keluar hanya kalau kita sudah tidur lelap. Namanya, melatonin."

"Hormon melatonin ini fungsinya membuat tidur kita nyenyak dan kita nggak akan stres di siang harinya," lanjutnya.

"Hoo ... Gitu, ya ...." responku terperangah.

Kaget karena kurang lebih itu juga yang kuucapkan beberapa kali selama tiga tahun ini, tapi nggak pernah digubris sama beliau.

Sekalinya yang ngajarin dokter favoritnya, baru deh didengar. 🤣

"Terus gimana? Jadi, Abang nggak akan begadang lagi buat cuci baju? Abang bakalan tidur jam 9 malam?" tanyaku.

"Iya, paling lambat jam setengah sepuluh lah. Habis itu jam 2 bisa bangun buat nyuci baju."

"Wah, bagus!" seruku gembira.

🍓🍓🍓

Dan itu benar-benar dia lakukan tadi malam.

Aku senang baangeett.... 😁

Senangnya karena ... kalau suami tidur lebih cepat, si kecil kami juga mudah diajak tidur lebih cepat.

Selain itu, saat membuka pintu kamar di pagi hari, aku ngga akan mencium bau asap rokok yang biasa dihisap suami kalau begadang.

Dan tentunya, kalau waktu istirahat suami tercukupi, pikirannya pasti fresh, nggak gampang uring-uringan seharian.

🍓🍓🍓

Di sini aku menyimpulkan kalau seorang suami (dan siapa pun juga) akan patuh sama pesan baik yang keluar dari mulut orang yang ia kagumi.

Kalau ada pesan baik dari kita istrinya yang ngga ia dengarkan ... yaa, dekatilah orang yang ia kagumi itu.

Titiplah pesan yang ingin kita sampaikan ke suami lewat orang itu.

Terus, kalau kita nggak kenal atau sulit menghubungi orang itu gimana??

Dekati yang memiliki suami, lah!

Tuhannya.

Kalau kita bisa merasakan kedekatan sama Tuhan, percaya deh, tanpa kita sengaja meluangkan waktu khusus untuk berdoa, apa yang kita inginkan bisa terwujud dengan sendirinya.

Itu namanya rezeki datang dari arah yang tidak disangka-sangka.

🍓🍓🍓

Mau hari-harimu menjadi ajaib juga?

Ikuti program terapi 30 hari, yuk.

Di sini kita akan lebih mengenali diri kita sendiri. Kita bisa tahu apa luka batin yang menjadi mental block kita selama ini ...

Bagaimana cara berdamai dengannya ...
Bagaimana cara yang benar memasrahkan masa depan kepada Tuhan ...

Dan bagaimana cara agar afirmasi positif kita bisa bertahan lama sehingga keinginan kita lebih mudah terwujud.

Silakan klik di sini untuk mempelajarinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Efek Menyembuhkan Luka Batin dan Mental Block

Beberapa orang menanyakan perubahan apa yang saya rasakan setelah beres berdamai dengan luka batin dan mental block lewat program terapi BehinDsign. Hmm ... Baik, saya coba runut, ya .... Dulu, sumbu amarah saya pendek. Ketika anak menjatuhkan remote TV atau menumpahkan air minum, misalnya, amarah saya langsung tersulut. Meskipun tahu dia melakukannya tidak dengan sengaja, tapi kok, berat ya, mau mengerem omelan yang keluar dari mulut ini. Walaupun kesannya saya "bagak" (bernyali) di hadapan anak, tapi di hadapan orang lain di luar rumah, nyali saya ciut, apalagi kalau sudah berhadapan sama orang yang penuh amarah. Kalau sudah berurusan dengan supir travel atau kurir yang ingin mengantarkan paket ke rumah, beberapa kali saya serahkan urusan menjelaskan rute menuju rumah ke suami. Kok gitu? Iya, dulu, beberapa kali kejadian, kalau engga saya yang frustasi, kurirnya yang marah-marah. Akhirnya, setiap ada situasi serupa, saya sudah keburu berprasangka akan makan hati lagi sehing

🍂 Kamu Tipe SECURE atau INSECURE? 🍂

Bagaimana mungkin kamu berharap orang lain dapat mencintaimu bila kamu tidak mampu mencintai dirimu sendiri? Bagaimana pula kamu dapat mencintai dirimu sendiri bila semasa kecil kamu tidak mendapat kasih sayang yang cukup dari orang tuamu? 🍂 Kawan, hal ini ibarat LINGKARAN SETAN. Jika kita merasa secure dengan kasih sayang orang tua saat kecil, maka nantinya kita juga akan merasa secure dengan lawan jenis yang menjadi pasangan kita.  Sebaliknya, jika kita merasa insecure dengan kasih sayang orang tua saat kecil, maka nantinya kita akan merasa insecure pula dengan pasangan. 🍂  Setiap orang dewasa yang berada dalam sebuah hubungan setidaknya memiliki 1 dari 3 tipe kelekatan berikut: 1. SECURE Orang yang mampu memiliki hubungan yang hangat, intim, dan sehat dengan pasangannya.  2. ANXIOUS Orang yang mudah khawatir dengan hubungannya. Ia suka merasa dirinya kurang bagi pasangannya. Ia pun selalu mempertanyakan apakah pasangannya mencintainya.   Kecemasan ini tak jarang akan m

Mengurus KTP Hilang

Mengurus aneka administrasi di dinas pemerintah daerah adalah ketakutanku, dulu. Bermula dari beberapa pengalaman membuat paspor, SIM, surat izin penelitian, kartu kuning, surat keterangan sehat, dan lain-lain yang tidak bisa dituntaskan dalam satu jam atau kurang. Ada yang menghabiskan waktu seharian penuh, ada yang harus kembali lagi keesokan harinya, yang paling parah adalah ketika aku cuma di tahap meminta tanda tangan dari kepala dinas pendidikan di salah satu kota untuk memberikan izin penelitian di beberapa SD negeri di sana, aku harus bolak-balik lebih dari sepekan sampai akhirnya tanda tangan itu kuterima.  Allahu akbar! Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah? Wajar dong mereka bekerja dengan santai, 'kan tidak ada pesaingnya. Coba aja kalau sampai muncul lembaga swasta yang bisa mengurus ini dengan lebih cepat dan lebih baik, pasti kelabakan mereka! Itulah uneg-uneg yang biasa kugunjingkan dengan siapapun yang saat itu sedang menemaniku mengurus administrasi. Sem