Langsung ke konten utama

Belajar Melihat Kebaikan Suami

Pernah gak kamu meminta sesuatu ke Allah, tetapi setelah mendapatkannya, kamu malah tidak bersyukur?

Sebagai seseorang yang indecisive alias sulit mengambil keputusan, saya dulu berdoa semoga dijodohkan sama lelaki yang tahu apa yang dia mau dan bisa menyampaikan dengan tegas apa yang dia mau dan tidak mau saya perbuat. Ya, semacam tipe pengendali gitu, deh. Macho banget pasti yang begini 🤭

Ternyata Allah berkehendak sama. Ia jodohkan aku dengan si Abang yang tiap sebentar akan kirim pesan ... "Sudah sarapan apa tadi?", "Sofie dah mandi?", "nanti tolong lihat jemuran, ya", "makan siang apa, Beb?", atau "hari mau hujan nih, ambil jemurannya, ya", dan "jemuran udah diambil?"

Kelihatannya si Abang lebih sayang sama jemuran ya, daripada istrinya? Hueee ....

Kalau lagi capek dan turun iman, pesan-pesan begini bisa bikin aku sebal dan protes. Namun, ada kalanya ingatan tentang permintaanku dalam doa di masa lalu itu terlintas di kepala. Astaghfirullah, 'kan dulu aku yang minta suami dengan sifat begitu, ya. Sekarang kok malah tidak bersyukur??

Kalau coba kurenungkan, sebenarnya begitulah caranya dalam menunjukkan kepedulian. Bukan dengan kata-kata manis, melainkan dengan menanyakan kondisi rumah dan anak tiap sebentar. Ia ingin memastikan segala aktivitas harian kami berjalan tanpa kendala dan segala kebutuhan kami terpenuhi.


Sebelum ngantor, njemur dulu~

-----

Oh iya, suamiku juga orang yang lebih perhatian soal kesehatan keluarga lho, dibandingkan aku. Misalnya, seperti kejadian yang terjadi tanggal 8 lalu.

Sebelum tidur, aku merasa perutku tidak nyaman. Maag sepertinya, karena makan telat hari ini, ditambah banyak pula makan cabe. 

"Minum lansoprazole!" titah pak suami.

Segera aku menuju ke ruang makan, mencari obat tersebut di kotak obat, lalu meminumnya.

Kemudian, aku kembali ke kamar dan melompat ke kasur, bersiap untuk tidur. Eh, sejenak sebelum tidur, aku mendadak terbatuk-batuk cukup lama. Biasanya, si Abang akan berkomentar kalau batukku di malam hari seperti itu adalah reaksi alergi.

"Minum cetirizine!" titahnya lagi.

Aku pun kembali bangun dari tempat tidur, mengambil obat di ruang makan, lalu meminumnya.

Sesudahnya, aku pun bisa kembali merebahkan badan di kasur. Aah ... nyamannya. Sejak si kecil Sofie masuk sekolah beberapa hari terakhir, aktivitas tidur di malam hari untuk melepaskan lelah jadi rutinitas yang paling kutunggu-tunggu.

"Eh, hari ini anniversary kita lho, Beb," ujar Abang tiba-tiba.

Hah? Otakku berputar sejenak. Oh, iya juga, yaa!

Kok bisa ya, aku lagi-lagi gak ingat. Biasanya memang aku terlambat mengingat tanggal ulang tahun pernikahan kami ini. Seringnya sih baru ingat di siang harinya. Sekalinya ingat di pagi hari, itu berkat diingatkan oleh Facebook! Hehehe .... Padahal, untuk tahun ini, aku sudah menyiapkan bullet journal bulan November segala lho dari akhir bulan sebelumnya. Tetap saja tidak teringat dengan si tanggal istimewa ini.

Fix ya, pak suami sebenarnya lebih peduli dan perhatian sama hal-hal kecil di rumah tangga kami dibandingkan diriku sendiri. Hehehe ....

Kepeduliannya itu ia tunjukkan dengan sifatnya yang suka sekali mengatur segala aktivitasku. Sesuatu yang sebenarnya dulu kuminta pada Allah, tapi belakangan malah sulit kusyukuri. Astaghfirullah ....

Mohon maaf ya, Bang, karena aku belum bisa jadi istri yang baik. Mudah-mudahan Allah mudahkan jalan kita membangun keluarga yang Ia ridhoi, ya. Aamiin ....

Happy wedding anniversary, dearest Hubby.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berburu Kelas Belajar Daring selama Pandemi

Sebagaimana yang kita tahu, pandemi membawa banyak perubahan terhadap gaya hidup masyarakat saat ini, bukan? Mulai dari perilaku sosial yang tadinya gemar berkumpul, kini harus menjaga jarak, kepedulian yang meningkat terhadap kebersihan dan kesehatan, sampai sistem kerja dan sistem belajar yang sebelumnya tatap muka menjadi serba digital. Digitalisasi sistem belajar ini salah satunya memunculkan banyak pelatihan atau kelas belajar secara daring yang mudah diakses oleh siapa pun dan di mana pun ia berada. Aku menjadi salah seorang penikmat fasilitas ini semasa pandemi. Sejak resign dari pekerjaan sebagai dosen dua tahun yang lalu, aku memutuskan bahwa itulah waktu yang tepat untuk mengembangkan potensi terpendam yang kumiliki. Karena selama bertahun-tahun sebelumnya aku tidak punya waktu luang untuk meningkatkan keterampilanku, maka kumanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. Aku tuliskan hal-hal yang ingin kupelajari lebih dalam seperti keterampilan dalam bidang kepenulisan, perencana...

Efek Menyembuhkan Luka Batin dan Mental Block

Beberapa orang menanyakan perubahan apa yang saya rasakan setelah beres berdamai dengan luka batin dan mental block lewat program terapi BehinDsign. Hmm ... Baik, saya coba runut, ya .... Dulu, sumbu amarah saya pendek. Ketika anak menjatuhkan remote TV atau menumpahkan air minum, misalnya, amarah saya langsung tersulut. Meskipun tahu dia melakukannya tidak dengan sengaja, tapi kok, berat ya, mau mengerem omelan yang keluar dari mulut ini. Walaupun kesannya saya "bagak" (bernyali) di hadapan anak, tapi di hadapan orang lain di luar rumah, nyali saya ciut, apalagi kalau sudah berhadapan sama orang yang penuh amarah. Kalau sudah berurusan dengan supir travel atau kurir yang ingin mengantarkan paket ke rumah, beberapa kali saya serahkan urusan menjelaskan rute menuju rumah ke suami. Kok gitu? Iya, dulu, beberapa kali kejadian, kalau engga saya yang frustasi, kurirnya yang marah-marah. Akhirnya, setiap ada situasi serupa, saya sudah keburu berprasangka akan makan hati lagi sehing...

Terapi Mental Block melalui Analisa Tanda Tangan

27 November 2021 yang lalu saya mendaftar ke program Terapi 30 Hari behinDsign karena terdorong oleh persoalan anak. Anak saya yang berusia hampir 6 tahun saat itu setiap hari mengeluh karena merasa tidak diterima oleh teman-teman sekelasnya. Awalnya saya bisa menghadapinya dengan kepala dingin ya, tapi, karena keluhannya terus berulang setiap hari, saya sendiri yang jadi cranky. Saya malah balik memarahi anak karena tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Harap jangan ditiru, ya. ☹️ Jujur, ini sangat menguras emosi saya karena sebenarnya apa yang anak saya alami merupakan persoalan diri saya juga sepanjang waktu sejak saya masuk bangku sekolah hingga ke dunia kerja. Saya tidak pernah tahu bagaimana cara mengatasinya. Makanya ketika ia menceritakan hal tersebut, saya bukannya memberikan nasehat bijak untuk menenangkan perasaannya, saya justru meledak, melampiaskan kekesalan saya, karena ia seolah membuka kembali luka-luka yang sudah lama saya kubur. Kalau diingat-ingat lagi ... Du...