Langsung ke konten utama

Anakku, Qurrota A'yun-ku


Saya mengakui kalau saya bukanlah orang yang sempurna. Dengan semakin bertambahnya usia pernikahan, saya sadari semakin bertambah pula kekeliruan yang saya perbuat. Beberapa kali saya menggunakan kata atau intonasi yang tidak tepat ketika berinteraksi dengan orang lain. Lawan bicara bisa saja merasa kaget, bingung, atau pun terintimidasi karenanya. Ketika suami menasehati, saya gigih pada keyakinan bahwa itu hal yang wajar untuk saya lakukan. Tetapi, tidak hari ini ....

Hari ini, ketika saya melakukan hal itu lagi ke orang lain, si kecil mengoreksi saya.

"Bundo kok tadi jahat? Ngomongnya gak boleh gitu", protesnya dengan dahi berkerut dan mulut yang dimonyongkan. "'Kan kasihan orangnya."

Mendengar keluhan si kecil, semua pembenaran yang ada dalam hati saya buyar. Sejenak saya merenungi perkataannya yang memang benar. Tidak ada alasan yang bisa membenarkan sikap saya yang tidak hangat tadi. Betapa beratnya masalah yang kita sedang hadapi, bukan berarti kita bisa melampiaskannya kepada orang lain .... Betapa pun kesalnya kita sama seseorang, bukan berarti juga mengomel atau bersikap buruk menjadi solusi untuk meluruskan sikap orang tersebut, 'kan?

Si kecil memberikan pelajaran yang sangat berharga untukku pagi hari ini.

Terima kasih banyak ya, Nak. Engkau memang qurrota a'yun buat Ayah dan Bundo. 

Masya Allah ... Tabarokallah ....

"Buat apa marah ... Gak ada gunanya ...." senandung si kecil selagi saya menulis ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berburu Kelas Belajar Daring selama Pandemi

Sebagaimana yang kita tahu, pandemi membawa banyak perubahan terhadap gaya hidup masyarakat saat ini, bukan? Mulai dari perilaku sosial yang tadinya gemar berkumpul, kini harus menjaga jarak, kepedulian yang meningkat terhadap kebersihan dan kesehatan, sampai sistem kerja dan sistem belajar yang sebelumnya tatap muka menjadi serba digital. Digitalisasi sistem belajar ini salah satunya memunculkan banyak pelatihan atau kelas belajar secara daring yang mudah diakses oleh siapa pun dan di mana pun ia berada. Aku menjadi salah seorang penikmat fasilitas ini semasa pandemi. Sejak resign dari pekerjaan sebagai dosen dua tahun yang lalu, aku memutuskan bahwa itulah waktu yang tepat untuk mengembangkan potensi terpendam yang kumiliki. Karena selama bertahun-tahun sebelumnya aku tidak punya waktu luang untuk meningkatkan keterampilanku, maka kumanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. Aku tuliskan hal-hal yang ingin kupelajari lebih dalam seperti keterampilan dalam bidang kepenulisan, perencana...

Efek Menyembuhkan Luka Batin dan Mental Block

Beberapa orang menanyakan perubahan apa yang saya rasakan setelah beres berdamai dengan luka batin dan mental block lewat program terapi BehinDsign. Hmm ... Baik, saya coba runut, ya .... Dulu, sumbu amarah saya pendek. Ketika anak menjatuhkan remote TV atau menumpahkan air minum, misalnya, amarah saya langsung tersulut. Meskipun tahu dia melakukannya tidak dengan sengaja, tapi kok, berat ya, mau mengerem omelan yang keluar dari mulut ini. Walaupun kesannya saya "bagak" (bernyali) di hadapan anak, tapi di hadapan orang lain di luar rumah, nyali saya ciut, apalagi kalau sudah berhadapan sama orang yang penuh amarah. Kalau sudah berurusan dengan supir travel atau kurir yang ingin mengantarkan paket ke rumah, beberapa kali saya serahkan urusan menjelaskan rute menuju rumah ke suami. Kok gitu? Iya, dulu, beberapa kali kejadian, kalau engga saya yang frustasi, kurirnya yang marah-marah. Akhirnya, setiap ada situasi serupa, saya sudah keburu berprasangka akan makan hati lagi sehing...

Terapi Mental Block melalui Analisa Tanda Tangan

27 November 2021 yang lalu saya mendaftar ke program Terapi 30 Hari behinDsign karena terdorong oleh persoalan anak. Anak saya yang berusia hampir 6 tahun saat itu setiap hari mengeluh karena merasa tidak diterima oleh teman-teman sekelasnya. Awalnya saya bisa menghadapinya dengan kepala dingin ya, tapi, karena keluhannya terus berulang setiap hari, saya sendiri yang jadi cranky. Saya malah balik memarahi anak karena tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Harap jangan ditiru, ya. ☹️ Jujur, ini sangat menguras emosi saya karena sebenarnya apa yang anak saya alami merupakan persoalan diri saya juga sepanjang waktu sejak saya masuk bangku sekolah hingga ke dunia kerja. Saya tidak pernah tahu bagaimana cara mengatasinya. Makanya ketika ia menceritakan hal tersebut, saya bukannya memberikan nasehat bijak untuk menenangkan perasaannya, saya justru meledak, melampiaskan kekesalan saya, karena ia seolah membuka kembali luka-luka yang sudah lama saya kubur. Kalau diingat-ingat lagi ... Du...